MENGAPA MENGGUNAKAN PBL?
Posted 17.10 by .............hamba Indonesia........... in Labels: Materi PembelajaranPBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pebelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi….”, “bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan ketrampilan proses dalam pemecahan masalah telah dipaparkan sebelumnya. Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.
Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa/mahasiswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pebelajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibelitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang siswa/mahasiswa tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pebelajar untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.
Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, “apa yang saya ketahui” dan “apa artinya”.
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat pebelajar termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Gejala umum yang terjadi pada siswa dan mahasiswa pada saat ini adalah “malas berpikir” mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa mengemukakan pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila keadaan ini berlangsung terus maka siswa atau mahasiswa akan mengalami kesulitan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, pelajaran di kelas adalah untuk memperoleh nilai ujian dan nilai ujian tersebut belum tentu relevan dengan tingkat pemahaman mereka. Oleh sebab itu, model PBL mungkin dapat menjadi salah satu solusi untuk mendorong siswa/mahasiswa berpikir dan bekerja ketimbang menghafal dan bercerita.
Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi….”, “bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan ketrampilan proses dalam pemecahan masalah telah dipaparkan sebelumnya. Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.
Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa/mahasiswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pebelajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibelitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang siswa/mahasiswa tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pebelajar untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.
Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, “apa yang saya ketahui” dan “apa artinya”.
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat pebelajar termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
0 comment(s) to... “MENGAPA MENGGUNAKAN PBL?”
0 comments:
Posting Komentar
Berikan Kommentar anda disini..