indonesia ragaku merah putih jiwaku

• Problem/Masalah: orientasi permasalahan seperti diuraikan pada bagian berikut.
• Perkuliahan: mahaiswa dibekali prinsip-prinsip dasar metode analitik, dan pengantar menggunakan internet dan perpustakaan untuk menemukan bahan-bahan yang relevan. Tentunya: bagi yang sudah familier dengan internet yang kedua ini tidak terlalu bermanfaat, dan mereka boleh menghindarinya.
• Melacak literatur: berlangsung di luar kelas, mahasiswa menggunakan perpustakaan dan internet untuk memperoleh sumber informasi dalam rangka pemecahan masalah
• Seminar: mahasiswa menyampaikan informasi/gagasan/ide yang telah ditemukan, mendisikusikan masalah dan tukar gagasan.
• Tutorial: apabila mahasiswa mempunyai berbagai pertanyaan, mereka dapat menanyakan kepada dosen selama sesi tutorial ini. Tutor bertindak untuk mengobesrvasi, membimbing, dan mendukung. Setelah mahasiswa menemukan suatu pemecahan, selanjutnya mereka dapat mempersiapkan untuk eksperimen
• Demonstrasi: sebelum mahasiswa melaksanakan eksperimen, dosen dapat mendemonstrasikan (dihadapan mahasiswa) bagaimana mengoperasikan instrumen yang akan digunakan, dan mengenalkan aspek mana yang mendapat perhatian lebih.
• Eksperimen: mahasiswa memperoleh data dari eksperimen, menginterpretasikan hasil, dan menulis laporan. Kegiatan laboratorium menekankan keterampilan teknik dan problem solving.

Dasna (2005) menerapkan model PBL untuk matakuliah Metodologi penelitian Kimia dengan modifikasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Liu Yu (2004). Modifikasi dilakukan terkait dengan sifat materi kuliah yang tidak memungkinkan secara langsung mengacu pada masalah nyata. Langkah-langkah pembelajaran dimulai dari ”telaah masalah” untuk memberikan wawasan umum pada mahasiswa tentang apa yang mereka pelajari. Mahasiswa mula-mula diajak berdiskusi untuk membahas suatu karya ilmiah (artikel hasil penelitian) untuk mengidentifikasi ”apa masalah yang dipecahkan pada karya ilmiah tersebut, bagaimana metode pemecahannya, bagaimana hasilnya, relevansinya terhadap teori yang ada, dan pertanyaan yang relevan lainnya. Mahasiswa bekerja berkelompok dan mempresentasikan hasil kerjanya. Kemudian mahasiswa diminta untuk membuat masalah baru dari artikel yang dibacanya.
Untuk menghindari kedangkalan masalah yang dibuat, kemudian diberikan ”kuliah” dimana mahasiswa diberikan bahan kuliah dan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan berhubungan dengan materi metode penelitian. Misalnya untuk mengembangkan masalah penelitian diberikan materi ”Apa itu masalah, bagaimana mengembangkan masalah, bagaimana menuliskan rumusan masalah, dan bagaimana mengembangkan latar belakang masalah. Mahasiswa diminta menelusuri literatur lebih lanjut tentang materi yang diberikan.
Setelah pembahasan teori, mahasiswa kemudian mengembangkan masalah yang akan mereka gunakan sebagai judul skripsi. Mula-mula mahasiswa melakukan studi literatur sesuai dengan minat penelitiannya, memilih dan mendiskripsikan masalahnya, mempresentasikan pada kelompok, masukan dari kelompok, diskusi kelas, masukan dari dosen, dan akhirnya penetapan masalah. Masalah yang ditetapkan sebagai judul proposal penelitian tersebut dilanjutkan dengan langkah-langkah masalah berikutnya yaitu kajian teori, perancangan metode penelitian, prosedur kerja, teknik analisis dan pengumpulan data. Masing-masing tahap dilakukan dengan pengembangan oleh mahasiswa, kuliah, lacak literatur, diskripsi oelh mahasiswa, diskusi kelompok, diskusi kelas, presentasi, masukan oleh dosen, dan revisi produk. Langkah-langkan umum pembelajaran disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Model PBL yang dikembangkan Dasna (2006) untuk matakuliah dengan materi berurutan

Model yang dikembangkan pada Gambar 2 adalah PBL untuk suatu materi perkuliahan yang mempunyai sequence yang erat. Dalam hal ini, mahasiswa harus mempunyai ”masalah yang akan diteliti dulu” setelah mengkaji hasil penelitian dan kuliah. Penetapan masalah harus dibuat.dipilih oleh mahasiswa kemudian dipresentasikan di kelompoknya (setiap anggota kelompok presentasi), kemudian dipilih satu masalah untuk dipresentasikan di kelas. Dalam hal ini ada masukan dari kelompok lain dan dosen. Setelah itu dilakukan tutorian individual oleh dosen untuk menyempurnakan produk mahasiswa. Mahasiswa melakukan revisi. Kemudian mahasiswa mengerjakan materi pokok pada tahap berikutnya. Mahasiswa diberikan paparan terori melalui kegiatan diskusi, kemudian mereka melakukan kaji literatur, membuat diskripsi sesuai dengan masalahnya sendiri, presentasi dalam kelompok, diskusi kelas, bimbingan dosen, dan revisi. Kemudian mahasiswa mengembangkan materi berikutnya sesuai langkah-langkah tersebut.
Produk akhir dari kuliah ini adalah proposal penelitian yang merupakan gabungan/kompilasi dari tahap-tahap kerja dalam perkuliahan. Produk akhir keseluruhan (berupa proposal penelitian skripsi) dipresentasikan oleh masing-masing mahasiswa pada seminar kelas.

Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/mahasiswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.
Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa/mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa/mahasiswa. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu: (1) mengidentifikasi masalah, (2) mengumpulkan data, (3) menganalisis data, (4) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (5) memilih cara untuk memecahkan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.
Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi ”masalah” bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyeimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru/dosen pada tahap ini. Walaupun guru/dosen tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa/mahasiswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru/dosen harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan.
Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas. Apalagi jika PBL digunakan untuk proses pembelajaran di perguruan tinggi.
Lebih lanjut Arends (2004) merinci langkah-langkah pelaksanaan PBL dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sintaks Problem Based Learning
Fase Aktivitas guru
Fase 1:
Mengorientasikan mahasiswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2:
Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
Fase 3:
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu mahasiswa merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa/mahasiswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Sutrisno (2006) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu: (1) Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri, (2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan, (3) Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun mahasiswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya, dan (4) Selama tahap analisis dan penjelasan, mahasiswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua mahasiswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

Fase 2: Mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar

Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa/mahasiswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah mahasiswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan mahasiswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua mahasiswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar mahasiswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru membantu mahasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada mahasiswa untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah mahasiswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong mahasiswa untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat mahasiswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan. Pertanyaan-pertanyaan berikut kiranya cukup memadai untuk membangkitkan semangat penyelidikan bagi mahasiswa. “Apa yang Anda butuhkan agar Anda yakin bahwa pemecahan dengan cara Anda adalah yang terbaik?” atau “Apa yang dapat Anda lakukan untuk menguji kelayakan pemecahanmu?” atau “Apakah ada solusi lain yang dapat Anda usulkan?”. Oleh karena itu, selama fase ini, guru harus menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu aktivitas mahasiswa dalam kegaitan penyelidikan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan mahasiswa-mahasiswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta mahasiswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.
PBL telah banyak diterapkan dalam pengajaran sains. Gallagher, dkk. (1995) menyatakan bahwa PBL dapat dan perlu termasuk untuk eksperimentasi sebagai suatu alat untuk memecahkan masalah. Mereka menggunakan suatu kerangka kerja yang menekankan bagaimana para mahasiswa merencanakan suatu eksperimen untuk menjawab sederet pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Gallagher berbasis pada “what do I know”, “what do I need to know”, “what do I need to learn”, dan “how do I measure or describe the result”. Selama fase merancang eksperimen berbasis masalah, para mahasiswa mengembangkan suatu protokol yang mendaftar setiap tahap dalam eksperimen itu. Dalam protokol ini, tampak ada kecenderungan yang khas seperti standar perencanaan laboratorium, menjadi suatu tuntunan metakognitif bagi para mahasiswa untuk digunakan dalam pengembangan eksperimen selanjutnya. Penerapan dengan model ini cukup berhasil serta mendukung bahwa PBL dapat mempelopori penggunaan perencanaan laboratorium melalui metode nontradisional.
Model problem based learning telah digunakan oleh para ahli dalam pembelajaran kimia dan turunannya, antara lain pengajaran Biokimia oleh Dods (1996), pembelajaran kimia sintesis bahan alam kompleks oleh Cannon dan Krow (1998), Yu Ying (2003) dalam pengajaran elektrokimia, dan Liu Yu (2004) dalam pengajaran kimia analitik.
Liu Yu (2004, Dosen Jurusan Kimia Univ. Tianjin China) menggunakan PBL dalam pengajaran Kimia Analitik. Menurut Liu Yu, PBL adalah suatu pembelajaran yang didorong atau ditandai oleh adanya masalah, bukan oleh konsep yang abstrak. Idealnya, masalah tersebut dapat ditemukan atau diperoleh dalam kehidupan nyata, dan tidak cepat terselesaikan tetapi dapat diselesaikan dengan mudah. Dalam merancang kegiatan perkuliahan ini Liu Yu memerlukan waktu 40 jam kuliah dan 32 jam kerja laboratorium. Tujuan perkuliahan adalah: (1) Meningkatkan pengertian lebih mendalam tentang prinsip kimia analitik yang meliputi: sampling, preparasi sampel, separasi, teknik klasik, teknik instrumentasi: spektroskopi, kromatografi, elektrokimia, dan jaminan mutu, (2) Meningkatkan keterampilan teknis kimia analitik dan keterampilan lain pada umumnya, dan (3) Membantu mahasiswa mengembangkan suatu pengertian dan pemahaman yang lebih (mendalam) dan apresiasi terhadap sains.
Prosedur pengembangan PBL yang dilakukan Liu Yu sebagai berikut:

PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pebelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi….”, “bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan ketrampilan proses dalam pemecahan masalah telah dipaparkan sebelumnya. Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.
Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa/mahasiswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pebelajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibelitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang siswa/mahasiswa tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pebelajar untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.
Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, “apa yang saya ketahui” dan “apa artinya”.
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat pebelajar termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Gejala umum yang terjadi pada siswa dan mahasiswa pada saat ini adalah “malas berpikir” mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa mengemukakan pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila keadaan ini berlangsung terus maka siswa atau mahasiswa akan mengalami kesulitan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, pelajaran di kelas adalah untuk memperoleh nilai ujian dan nilai ujian tersebut belum tentu relevan dengan tingkat pemahaman mereka. Oleh sebab itu, model PBL mungkin dapat menjadi salah satu solusi untuk mendorong siswa/mahasiswa berpikir dan bekerja ketimbang menghafal dan bercerita.

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM-BASED LEARNING)

I Wayan Dasna dan Sutrisno
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
Telp. 0341-567 382; e-mail: idasna@telkom.net

APAKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL) ITU?

Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.
Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

PREDIKSI SPMB TAHUN 2007 MATERI BAHASA INDONESIA
dedikasi untuk siswa Primagama Cab. Blimbing Malang

Petunjuk A
1. Semua karya sastra berikut berbentuk prosa, kecuali…
a. Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
b. Salah Asuhan karya Marah Rusli.
c. Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis.
d. Burung-burung Manyar karya Mangunwijaya.
e. Surat Kertas Hijau oleh Sitor Sitomorang.

2. Kata-kata yang bersinonim adalah…
a. mawas diri-intropeksi
b. egoistis – tinggi hati
c. optimisme – berpandangan kedepan
d. efektif – berhasil cepat
e. umpan balik- balik tanya

3. Penggunaan huruf kapital yang betul terdapat pada kalimat…
a. Kita harus berusaha menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b. Pada Bulan Agustus ia akan berangkat ke Amerika.
c. Di mana banyak terdapat Suku Jawa?
d. Pegunungan yang membentang di daratan Sumatra itu bernama Bukit Barisan.
e. Dengan gembira masyarakat menyambut Hari Lebaran.

4. Peribahasa yang bermakna kewaspaan adalah….
a. Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara lidah.
b. Air tenang menghanyutkan.
c. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
d. Mati semut karena gula
e. Setinggi-tinggi terbang bangau, hinggapnya ke kubangan juga.

5. Racun berada di suguh pertama
Membusuk rabu di dalam dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam membelah
Jalan kaku kurus. Putus
Candu.
Cuplikan puisi Chairil Anwar di atas menyatakan…
a. zaman kemerdekaan
b. zaman Jepang
c. zaman Hanura
d. zaman protes politik bebas
e. zaman DPR jalanan

6. Semua penggunaan tanda baca di bawah ini adalah betul, kecuali…
a. Kecepatan kendaraan yang disarankan adalah antara 50-60 km/jam.
b. Cita-cita Arifin – warga Desa Masbagik, Lombok Timur – untuk mengadu nasib sebagai TKI di Malaysia kandas sudah.
c. ”Perjalanan kapal feri tidak bisa menentang arus,” ujar seorang petugas di Bakauheni.
d. Meskipun sudah diperingatkan berkali-kali, mereka berangkat juga
e. ”Siapa yang harus bertanggung jawab atas kematiannya?” tanya salah seorang wartawan.

7. Kata serapan yang betul adalah…
a. konkret d. prosentase
b. aktifitas e. trotoir
c. apotik

8. Penulisan kata yang tidak tepat terdapat pada kata…
a. aklamasi d. fiksi
b. aeronautika e. apoteker
c. khromosom

9. Bentuk-bentuk kerancuan afiks terdapat pada kata di bawah ini, kecuali…
a. memperbesarkan d. memperbaiki
b. mempelajarkan e. diperlebarkan
c. mengenyampingkan

10. Pemakaian tanda baca yang betul terdapat pada kalimat…
a. Celana ”jengki” sudah tidak populer lagi di Indonesia.
b. Rate of Inflation, ‘laju inflasi’, di Indonesia memang agak tinggi pada bulan Oktober 2000.
c. Surat yang dikirmkan itu No: 124/PP/Pes./1/2001.
d. Ali bertanya: “Di mana kaubeli buku?”
e. Ia berempat tinggal di Jalan Diponegoro IV-5.

11. Sekalipun udara dingin berhembus, orang tetap berduyung-duyung membeli karcis pertunjukan drama Surapati. Inti kalimat tersebut adalah….
a. Udara dingin.
b. Udara dingin berhembus.
c. Orang berduyun-duyun.
d. Orang membeli karcis.
e. Pertunjukan drama “Surapati”.

12. Ia menciptakan karya-karya yang orisinil. Lawan kata orisinil pada kalimat di atas adalah sebagai berikut, kecuali…
a. saduran d. plagiat
b. duplikat e. tiruan
c. turunan

Petunjuk B
13. Keberhasilan daripada pembelajaranmu ditentukan oleh usahamu sendiri. Kalimat tersebut tidak baku.
SEBAB
Hubungan milik dalam bahasa Indonesia dapat dinyatakan dengan menderetkan kata bersangkutan tanpa kata depan.

14. Fungsi ber-kan dalam bertabrakan sama dengan fungsi me-kan dalam menabrakkan.
SEBAB
Konfiks pada bertabrakan menandai verba intransitif, sedangkan konfiks pada menabrakkan menandai verba transitif

15. Bentuk makan hati, yang berarti sedih atau susah makna tiap komponennya tidak diperhitungkan lagi
SEBAB
Bentuk makan hati dapat digunakan dalam kalimat adik suka makan hati ayam.
16. Terima kasih atas bantuannya. Kalimat tersebut tidak baku.
SEBAB
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang yang telah membantunya adalah orang yang diajak bicara, bukan orang yang dibicarakan

17. Novel Salah Asuhan karya Abdul Muis, pelaku utama Hanafi mengorbankan nasionalisme karena cintanya kepada Corrie.
SEBAB
Baik Hanafi atau Corri tersisih dari lingkungannya

18. Hati-hati memilih kawan
Salah-salah menjadi lawan
Puisi tersebut tergolong gurindam.
SEBAB
Bentuk puisi di atas terdiri atas dua baris berima yang berisi nasihat.

Petunjuk C
19. Reduplikasi bermakan berbalasan terdapat pada kalimat..
(1) Mereka melompat-lompat kegirangan.
(2) Hobi anak itu jahit-menjahit.
(3) Bekerjalah, jangan duduk-duduk saja.
(4) Pertemuan itu diakhiri dengan tukar-menukar bingkisan.

20. Gabungan kata yang berpola sama dengan pola konstruksi merah darah adalah…
(1) baik hati (3) merah padam
(2) biru laut (4) hujan daun

21. Pasangan kata yang dekat maknanya adalah…
(1) menengok-menoleh (3) diseret-dihela
(2) menjinjing-menenteng (4) dibujuk-ditarik

22. Penutur bahasa memiliki kemampuan….
(1) menentukan secara otomatis apakah suatu rangkaian kata dapat diterima sebagai kalimat atau tidak
(2) menyampaikan makna dengan pilihan kata dan penggunaan alat kalimat yang sesuai
(3) memilih makna yang benar dengan memperhatikan lingkungan kata atau kalimat
(4) mengenal kemungkinan makna ganda pada rangkaian kata yang sama

23. Melakukan pekerjaan yang sia-sia biasa dinyatakan dengan peribahasa…
(1) Bagai telur di ujung tanduk.
(2) Menegakkan benang basah.
(3) Bagai lampu kurang minyak
(4) Menggarami lautan

24. Yang dimaksud tema sebuah karangan adalah…
(1) susunan kerangka (3) kesimpulan karangan
(2) ide karangan (4) pokok pikiran

25. Penggunaan imbuhan –an berikut betul, kecuali…
(1) Dia mendapat hadiah jutaan rupiah.
(2) Tinjauan cuaca disiarkan setelah warta berita.
(3) Sekarang dia sudah menjadi pegawai bulanan.
(4) Bus kota penuh dengan anak sekolahan.

CATATAN: SEGALA BENTUK PENGGANDAAN ATAU CUPLIKAN SANGAT DISARANKAN DALAM WEB INI. SYUKUR, KALAU SUMBERNYA DI TULIS. SEMOGA BERMANFAAT. SEMOGA SPMB DAPAT BERJALAN LANCAR DAN BERMASLAHAT.

1. Eksposisi

Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang sebuah topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan terhadap pembaca.

Contoh:

Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam bidangnya akuntansi, pekerjaan akuntan berupa pengolahan data untuk menghasilkan informasi keuangan, juga perencanaan sistem informasi akuntansi yasng digunakan untuk menghasikan informasi keuangan. Dalam bidang auditing pekerjaan akuntan adalah melakukan pemeriksaan laporan keungan secara objektif untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Topik yang tepat untuk eksposisi, misalnya:

-Manfaat Bank mini sekolah

-Peranan UKS di sekolah

-Sekolah Menengah kejuruan sebagai penghasil tenaga kerja yang handal dan terampil.

Contoh eksposisi:

a. Mencangkok bukanlah pekerjaan yang sukar. satu menit saja kita belajar, kita sudah dapat berpraktek dan hasilnya kita tunggu satu sampai dua bulan. Caranya sebagai berikut:

1. Siapkaan pisau , tali rafia, tanah yang subur sekepal, dan sabut pembungkus secukupnya.

2. Pilihlah ranting yang tegak, kekar, sehat, dengan dimeter kira-kira 1,5 – 2 cm.

3. Kulit ranting yang akan dicangkok dikerat dan dikelupas sampai bersih kira-kira sepanjang 10 cm.

4. Tutuplah keratan bagian atas dengan tanah dan bungkuslan dengan sabut yang telah disiapkan.

2. Karangan Argumentasi

Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/kesimpulan dengan data/fakta/konsep sebagai alasan/ bukti.

Tema/topik yang tepat untuk argumentasi antara lain:

1. Pupuk organik menguntungkan petani

2.Lulusan SMK tidak perlu dibekali keterampilan tambahan

3. Teknologi modern harus dikuasai secepatnya.

3. Deskripsi

Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, merasa atau mendengar sendiri hal tersebut.

4 . Persuasi

Karangan ini bertujuan mempengaruhi emosi pembaca untuk berbuat sesuatu.

Topik yang tepat misalnya:

1. Mari menabung

2. Keluarga berencana

3. Pemuda harapan masa depan bangsa

5. Narasi

Karangan ini berisi rangkaian peristiwa yang kronologis sesuai urutan waktu sehingga membentuk alur cerita.

Y ang termasuk karangan narasi : cerpen,novel, roman, dsb.

PIDATO

Pidato ialah suatu bentuk perbuatan erbicara di hadapan massa tertentu dengan tujuan tertentu. Macam-macam tujuan Pidato antara lain:

1 .Pidato persuasif: mempengaruhi emosi pendengar untuk berbuat sesuatu. Pidato kampanye , pidato keagamaan. Topik yang tepat antara lain:

- Toleransi beragama kunci persatuan nasional

- Menabung untuk masa depan

- Pentingnya berkorban demi pembangunan

2 . Pidato argumentatif: menyakinkan pendengar akan kebenaran suatu pendapat. Topik antara lain:

- Pentingnya pengembangan pariwisata

- Pupuk buatan meningkatkan pendapatan petani

- Peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan.

3 . Pidato informatif: Memberitahu atau memberi informasi, misalnya: pidato pengarahan dan pidato penerangan. Topik yang tepat, misalnya:

- Cara mengolah tembikar secara tradisional

- Strategi lulus SPMB

- Cara bertanam secara hidroponik

4. Pidato deskriptif: melukiskan suatu keadaan. topik yang tepat antara lain

- Suasana peringatan Hari kemerdekaan RI

- Lalu lintas di jalan Tol Jagorawi

Langkah-langkah Pidato

1. Menentukan tema dan menyempitkan tema

2. Menganalisis pendengar dan situasi (mencari tahu tentang p-endengar; usia, pendidikan , profesi, bagaimana situasinya: di ruangan/apangan)

3. Menentukan tujuan pidato

4. Mengumpulkan bahan dengan membaca, wawancara,pengamatan dll

5. Menyusun kerangka: merancang urutan baha agar sistematis

6. Mengembangkan kerangka menjadi teks pidato

7. Melatih diri dengan suara dan intonasi yang tepat

Sistematika Pidato

1. Pembukaan: salam, ucapan syukur, ucapan terima kasih

2. Isi: gagasanyang hendak dikemukakan

3. Penutup: simpulan , ajakan, harapan , permintaan maaf, salam penutup.

Pidato akan menarik kalau:1. topiknya menyangkut persoalan yang sedang hangat, memberi jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapai.2. penyajian bahan sistematis dan pemakaian bahasa yang sesuai 3. selingi humor yang positif

Hal yang harus dihindari dalam berpidato: 1. gerakan yang terlalu banyak 2. bertele-tele 3. kebiasaan buruk perlu dihindari (terlalu sering memegang kaca mata, baju, celana dll)

4. suara yang terlalu keras (jarak mikrofon perlu diberi jarak)

Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan dalam berpidato:: persiapan matang, suara dengan intonasi dan kekerasan yabg tepat, didukung gerak gerik muka dan tangan, dan penampilan rapi dan menyakinkan.


A. Gagasan Utama
Gagasan utama adalah suatu hal yang di bahas atau diungkapkan dalam sebuah bacaan. Gagasan diungkapkan dengan kata- kata atau frase.Letak gagasan utama di awal paragraf disebut (Deduktif), diakhir paragraf disebut (Induktif), dan diawal dan diakhir paragraf adalah (Deduktif-Induktif). Dalam paragraf berjenis narasi dari deskripsi utama dapat tersebar di seluruh kalimat.

Contoh 1 :
Pemakaian Bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum bisa dikatakan seragam.Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan mudah. Pemakiaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan(Nasional) dan pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah.
Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah terjaga dengan baik. Para pemuka kitapun pada umumnya belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf (Deduktif), yaitu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum seragam.

Contoh 2 :
Mungkin anda pernah mendengar tentang peristiwa perampokan mobil yang menimpa Manohara, bintang sepakbola asal brasil, dua tahun silam. Dasar nasibnya sedang apes, saat mengendarai BMW X-5 di Rio Janairo, ia dihadang tiga perampok bersenjata. Mobil kesayangannya pun dibawa kabur perampok. Untunglah pemain asal internasionale Milan, klubnya saat itu cepat bertindak. Dengan menumpang kendaraan yang lewat ia segera menuju kantor polisi. Hanya dalam hitungan jam, mobilnya sudah ditemukan kembali di pinggir kota Rio. Jangan salah! Ronaldo tidak memakai jasa paranormal. Kebetulan mobilnya dilengkapi Automatic Verhicle Location (AVL), sistem pemantau lokasi kendaraan yang terhubung dengan satelit Global Positioning Sistem (GPS). Posisi mobil selalu dapat di ketahui dari peta digital yang terpasang di mobil atau operator pemantaunya. (Intisari, juni 2003).

Gagasan utama paragraf terdapat di akhir (Induksi), yaitu kebetulan mobilnya dilengkapi Automatic Verhicle Location (AVL), sistem pemantau lokasi kendaraan yang terhubung dengan satelit Global Positioning Sistem (GPS). Posisi mobil selalu diketahui dari peta digital yang terpasang di mobil atau operator pemantaunya.



Contoh 3 :
Globalisasi dapat memberikan efek positif terhadap umat manusia tetapi dapat juga memberikan dampak negatif. Secara moral globalisasi dapat merupakan bentuk eksploitasi dari Negara yang kuat terhadap negar-negar yang lemah. Globalisasi juga dapat menciptakan ketidaksimbangan ekonomi dan merupakan suatu pemborosan terhadap Negara dan masyarakat yang di kuasai oleh Negara-negara maju yang menguasai teknologi. Dari segi sosial, globalisasi dapat merupakan suatu bentuk yang dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial karena perbedaan antara yang punya dan tidak punya (he have and the have nots) akan semakin lebar, sehingga dapat menimbulkan ketegangan sosial yang semakin eksklusif. (mencari bentuk otonomi daerah, J.Kaloh 2004).

Gagasan utama paragraf di atas terdapat di awal dan di akhir paragraf (Deduktif-Induktif atau campuran).

A. Tanggapan Isi Bacaan
Setelah membaca sebuah bacaan, kita sering memberi komentar positif atau negatif terhadap isi bacaan tersebut, pemberi komentar itu di sebut dengan tanggapan terhadap isi bacaan. sebuah tanggapan harus logis.

Contoh :
Membaca pemahaman sangat penting dibandingkan dengan kemampuan berbahasa lainnya, misalnya, kemampuan mendengar. Mendengarkan sesuatu sangat terbatas jangkaunnya seperti waktu, tempat, dan sebagainya. Tetapi, dengan membaca pemahaman dapat dilakukan di mana dan kapan pun, serta dapat dilakukan sewaktu-waktu, serta dengan cepat dapat menangkap isi bacaan.
Tanggapan yang sesuai dan logis dengan isi bacaan tersebut adalah :
1. Memang diperlukan kemampuan membaca pemahaman untuk memahami dengan cepat isi bacaan, atau
2. Memang benar membaca pemahaman efektif dilakukan untuk memperoleh informasi dengan cepat.

B. Koherensi atau Kepaduan
Yang dimaksud dengan Koherensi adalah kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dan kalimata yang lain yang membentuk alinia/paragraf, wajar dan mudah tanpa ada kesulitan yang menghalangi, dan tidak pula terasa pikiran melompat-melompat sehingga membingungkan, dan membicarakan satu topik.

Contoh paragraf Koherensi :
Tiap generasi mempunyai panggilan masing-masing sesuai dengan zamannya. Generasi pencetus dan generasi pelaksana telah menunaikan tugasnya dengan baik. Yang pertama berhasil membangkitkan semangat keinginan bernegara; yang kedua berhasil menciptakan Negara merdeka. Generasi pembina masih dalam ujian. Belum diketahui sampai dimana kemampuannya untuk membina dan mengembangkan warisan situasi yang telah diterima; apakah mereka itu membina dan mengembangkan nilai-nilai nasional sesuai dengan martabat mereka, masih harus dibuktikan (Keraf, 1989: 75)